Senin, 26 Oktober 2009

Pasangan Jiwa

Andri telah beranjak dewasa. Sudah saatnya ia mencari gadis yang baik
untuk dijadikan istri. Tapi sampai saat ini, ia belum juga berhasil.
Bukan suatu hal yang aneh. Ia memang terlalu mempertimbangkan
bibit-bebet-bobot calon istrinya. Maka, saat Musim panas mulai
bertiup, Andri melakukan perjalanan ke Yogya. Di tengah perjalanan, Andri
memutuskan untuk beristirahat di sebuah Rumah penginapan yang berada
di Sekitar Malioboro. Kebetulan ia bertemu dengan teman sekolahnya dulu.
Maka Andri tak segan untuk menceritakan maksud perjalanannya itu.
Seperti gayung bersambut, temannya menyarankan Andri untuk mencoba
melamar anak gadis keluarga Surya. Menurut temannya itu, keluarga Surya
adalah keluarga yang status sosial ekonominya sederajat dengan Andri.
Lagipula, gadis itu sangat cantik dan terpelajar. Andri girang bukan
main.Sebelum berpisah, teman Andri berjanji untuk mempertemukannya
dengan'Pak Comblang' dari keluarga Surya , esok pagi. Pak Comblang
inilah yang akan meneruskan data pribadi Andri kepada gadis tersebut.
Bila keluarga itu berkenan menerimanya, maka Andri akan segera
berkenalan, sebelum lamaran resmi atau khitbah diajukan.

Kegembiraan yang meluap-luap memenuhi rongga dada Andri.
Dibentangkannya sajadah, lalu ia mulai sholat istikhoroh.
Baru kali ini Andri merasa melakukannya dengan sepenuh hati,
dengan kepasrahan yang murni ... Ah. Tak terasa air mata Andri berjatuhan.
Diam-diam menyelinap suatu penyesalan. Mengapa ia baru bisa khusyu' dan dapat merasakan ikatan yang erat dengan Allah, ketika ada masalah berat dan serius yang harus ia hadapi? Waktu subuh belum
lama berlalu, namun Andri telah bersiap untuk pergi menemui Pak
Comblang. Makin cepat makin baik, pikirnya. Di bawah sinar bulan sabit
yang kepucatan, Andri bergegas menuju tempat itu. Fajar belum juga
merekah ketika Andri sampai di tempat yang dijanjikan. Sepi sekali.
Nyanyian jangkrik perlahan menghilang. Andri benar-benar sendirian. Di
tengah kegamangan hatinya, Andri mencoba mengitari bangunan itu.
Seperti sebuah musholla kecil. Cahaya lilin yang memantul di sela-sela kaca
jendela, membangkitkan rasa ingin tahunya. Andri berjingkat ke arah
jendela. Ditempelkan matanya ke celah-celah ...

"Hei, masuklah!"
"Jangan mengintip seperti itu!"
Andri tersentak. Rasa malu, kaget dan takut berbaur menjadi satu.
"Ayo, masuklah. Jangan takut!"
Suaranya lebih lembut namun tetap berwibawa. Andri ragu-ragu. Tetapi
Rasa ingin tahu sedemikian menyerbunya. Akhirnya ia memberanikan diri
melangkah ke dalam.
"Kemarilah!" ajaknya tanpa melihat muka Andri. Andri memperhatikan
dengan penuh seksama. Laki-laki itu belum terlalu tua, tapi wajahnya
memancarkan kebaikan yang seolah-olah bersumber dari seluruh aliran
darahnya. Bijak, arif, lembut namun tegas. Tentulah ia pengemban
amanah yang luar biasa, pikir Andri. Laki-laki itu duduk di atas permadani
sambil membaca sebuah buku. Lalu ia berkata perlahan: "Belum saatnya
Andri .... Belum saatnya."Andri menatap wajahnya dengan penuh
kebingungan.

Lalu laki-laki itu kembali melanjutkan. Kali ini ditatapnya Andri
dengan ketajaman jiwa. "Kau tahu? Semenjak seseorang ada dalam kandungan
ibunya, Allah Ta'ala telah menetapkan 3 hal untuknya. Kau sudah tahu
bukan! Salah satu di antaranya adalah jodohnya.. pasangan hidupnya."
"Hmmmm..... seperti benang sutera." "Ya, seperti benang sutera yang
diikatkan di antara mereka berdua. Kepada kaki laki-laki atau bayi
perempuan yang lahir dan ditakdirkan berjodohan satu dengan yang
lainnya. Begitu simpul diikatkan, maka tak ada suatu hal pun yang
dapat memisahkan mereka." "Salah seorang diantara mereka mungkin saja
berasal dari keluarga yang miskin, sedang yang lainnya dari keluarga yang
kaya. Atau mereka terpisah bermil-mil jaraknya, bahkan mungkin ada yang
berasal dari dua keluarga yang saling bermusuhan. Tapi pada akhirnya,
bila saatnya telah tiba, mereka akan menjadi suami istri. Tak ada
suatu hal pun yang dapat mengubah takdir itu." Laki-laki itu terdiam sesaat.
Andri kini sudah sepenuhnya duduk terpekur di hadapannya. Kalimat demi
kalimat disimaknya dengan seksama.

"Jodoh adalah masalah yang paling ajaib dan paling gaib. Suatu rahasia
kehidupan yang tak akan pernah tuntas untuk dimengerti. Bayangkan. Dua
anak yang berbeda, tumbuh di lingkungannya masing-masing. Sebagian
besar mungkin tidak menyadari kehadiran satu dengan lainnya. Tapi bila
saatnya tiba, mereka akan bertemu dan mengekalkan ikatannya dalam tali
pernikahan. "Kalau ada wanita atau laki-laki lain yang muncul diantara
keduanya, ia akan terjatuh. la tak akan mampu melewati bentangan tali
sutera yang telah diikatkan pada mereka. Ah, kau pasti pernah melihat
orang yang patah hati bukan? Hhh, sebagian orang yang bodoh dan tak
kuat menahan cobaan, memilih mati daripada patah hati. Bukan takdir yang
memilihnya untuk bunuh diri. Itu pilihannya sendiri, ia cuma tak sabar
menanti saat pertemuan itu datang.

"Ketahuilah, Andri. Masalah jodoh adalah rahasia Allah.
Kau harus dapat berdamai dengan takdirmu. "Bagaimana dengan aku!" sela Andri.
"Apakah aku akan berhasil menikah dengan anak gadis dari keluarga Surya?
Apakah ia takdirku?"
tanyanya tak sabaran. Laki-laki itu tersenyum. "Belum saatnya Andri.
Belum saatnya. Suatu saat nanti, kau akan menikah dengan seorang gadis
shalihat, cantik dan pintar. Pun dari keluarga yang terhormat. Kelak,
setelah menikah, kalian akan mempunyai anak laki-laki. Dan anakmu akan
menjadi pedagang yang terpelajar. Ia dermakan kekayaannya untuk agama
Allah. la juga akan menjadi anak yang senantiasa memelihara kedua
orang tuanya. Meskipun kalian sudah tua renta nanti. Hal ini tak lepas dari
peranan ibunya dalam mendidik anak itu." "Tapi itu nanti. Bila calon
istrimu telah mencapai usia 17 tahun. Sayangnya, saat ini dia masih
berumur 7 tahun." "Hah!" Andri kebingungan. "Jadi saya harus membujang
selama 10 tahun ?!" Andri menatap tak percaya. Ia berharap semua hanya
kemungkinan karena ia salah dengar saja. Andri mencari kesungguhan di
sana. Tapi semua sia- sia. Air muka laki-laki itu tak berubah sedikit
pun. Dan Andri menyadari semua adalah kebenaran.
"Kalau begitu, di mana dia sekarang? Dimana saya dapat menemui calon
istri saya? Tolonglah?!" Andri memohon padanya. "Oh, gadis itu tinggal
dengan wanita penjual sayur. Tak jauh dari sini. Setiap pagi, wanita itu
datang ke pasar dan menjajakan sayurannya di sebelah kios ikan."

Kukuruyukkkkk... !!
Suara nyaring ayam jantan memecah keheningan. Andri tersentak.
Kukuruyukkkkk...! !
Kokok nyaring ayam jantan membangunkan Andri dari
tidurnya. Ah, rupa-rupanya ia tertidur di atas sajadah. Alhamdulillah,
waktu subuh belum habis. Andri bersegera mengambil wudhu. Sehabis
sholat subuh,Andri kembali teringat mimpinya. Seolah semua menjadi teka-teki.
Andri belum tahu apakah harus menganggapnya sebagai jawaban atas
sholat istikhorohnya atau tidak. Untuk menyingkap tabir mimpi itu, cuma ada
satu cara yang bisa dilakukannya: mencari gadis kecil yang katanya
calon istrinya itu!

Lalu Andri pun bergegas ke pasar terdekat. Sepanjang jalan ia berdoa
dan berjanji. Berdoa agar calon istrinya memang benar-benar baik bibit,
bebet dan bobotnya. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam mimpi. Dan
berjanji untuk menerima takdirnya dan berusaha menjadi muslim yang
baik. Lebih baik dari kualitasnya sekarang. Fajar telah lama merekah saat
Andri tiba di sana. Orang-orang mulai melakukan kegiatannya. Pembeli
mulai berdatangan. Ramai. Namun belum seramai satu jam yang akan
datang. Maka Andri lebih leluasa untuk mengamati sekitarnya. Matanya
berkeliling mengitari pasar, lalu tertumbuk pada sosok kecil di samping kios ikan. Wanita itu tua, kotor, lusuh. Kumal. Rambutnya telah keabu-abuan.
Dengan sebelah mata tertutup lapisan katarak, ia duduk di selembar alas
sambil menggendong bocah kecil di dadanya. "Oh, tidak!! Bagaimana mungkin?!
Ini pasti kekeliruan!"Andri menatap kembali bocah terlantar yang kurus
kering itu. Hatinya hancur. Ah, mimpi semalam benar-benar hanya bunga
tidur. Andri kembali ke penginapannya dengan hati lesu. Kali ini bukan
saja ia kecewa karena calon istrinya ternyata hanya seorang bocah
gelandangan, tapi juga karena 'Pak Comblang' dari keluarga Surya tidak
datang pada pertemuan yang ia janjikan. Tanpa suatu penjelasan apapun.
Ah, sudah jatuh dari tangga, tertimpa genteng pula!
Saya adalah seorang yang terpelajar. Sudah selayaknya saya mendapatkan
seorang gadis dari keluarga terhormat. Semakin lama Andri memikirkan
hal tersebut, semakin jijik ia membayangkan kemungkinan menikahi bocah
kumal itu. Benar-benar menggelikan. Andri khawatir hal tersebut benar-benar
akan terjadi. Dan ia tidak dapat tidur semalaman.

Keesokan harinya. Andri pergi ke pasar bersama dengan pelayan
setianya. Andri menjanjikan imbalan yang sangat besar apabila ia berhasil
membunuh bocah kumal itu. Andri dan pelayannya berdiri di belakang pembeli.
Begitu kesempatan datang, pelayan Andri menikamkan pisaunya ke arah si
anak, lalu mereka kabur. Bocah kecil itu menangis dan wanita buta yang
menggendongnya berteriak-teriak: "Pembunuh! Pembunuh!" Kegemparan
segera menyebar ke seluruh penjuru pasar. Sementara itu, Andri dan pelayannya
telah lenyap dari tempat kejadian. "Kau berhasil membunuh dia?" tanya
Andri terengah-engah. "Tidak," jawab pelayannya. "Begitu saya
menghunjamkan pisau ke arahnya, anak itu berbalik secara tiba-tiba.
Saya rasa saya hanya melukai mukanya. Dekat alisnya." Andri segera
meninggalkan penginapan. Kejadian itu dengan segera terlupakan oleh
masyarakat sekitar. Ia kemudian pergi ke arah Barat menuju ibukota.
Karena kecewa dengan kegagalan pernikahannya, Andri memutuskan untuk
berhenti memikirkan perkawinan.

Tiga tahun kemudian Andri dijodohkan dengan gadis yang mempunyai reputasi baik yang berasal dari keluarga Hartono. Sebuah keluarga yang cukup terkenal di masyarakat sekitar. Anak gadisnya terpelajar dan sangat cantik. Semua orang memberi selamat pada Andri. Persiapan pernikahan tengah dilangsungkan, ketika suatu pagi Andri menerima berita yang menyakitkan. Calon istrinya melarikan diri
dengan laki-laki yang dicintainya. Mereka berdua telah menikah di kota
lain. Selama dua tahun Andri berhenti memikirkan pernikahan. Saat itu
ia berusia dua puluh delapan tahun. Ia berubah pikiran tentang mencari
pasangan dari masyarakat yang sekelas dengannya; seorang gadis kota
terpelajar. Maka Andri pergi ke pedesaan, mencari suasana baru. Di
desa, Andri menghabiskan waktu dengan mempelajari buku-buku. Suatu
hari ia membawa bukunya ke sungai di dekat ladang, agar lebih nyaman
membacanya. Tanpa sengaja ia melihat gadis desa yang sedang memanen
kentang. Andri jatuh hati padanya dan bersegera menemui orang tua
gadis itu. Gayung bersambut, gadis itu menerima lamarannya. Maka Andri
bergegas ke kota untuk membeli perhiasan dan baju sutera serta segala
persiapan pernikahan. Selama beberapa hari, Andri berkeliling
mengunjungi saudara-saudaranya untuk mengabarkan berita gembira itu.
Seminggu kemudian ia kembali ke desa. Tapi yang ditemuinya hanya kabar
buruk tentang sakitnya sang calon. Andri bersedia menunggu sampai ia
sembuh. Sampai setahun hampir berlalu, penyakit calon istrinya malah
semakin parah. Gadis itu kehilangan seluruh rambutnya dan menjadi
buta.Ia menolak menikahi Andri dan berpesan pada orang tuanya untuk meminta
Andri melupakan dia. Ia mohon agar Andri mencari gadis lain yang layak
untuk dijadikan istri.

Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya Andri
mendapatkan calon yang sempurna. Bukan saja ia cantik dan masih muda,
tapi juga pencinta buku dan seni. Tak ada rintangan, khitbah pun
segera dilangsungkan. Tiga hari sebelum pernikahan, gadis itu terjatuh dari
tangga dan mati. Sepertinya nasib mengolok-olokkan Andri. Andri Ku
menjadi fatalis. Ia tidak lagi peduli pada wanita, ia hanya bekerja
dan bekerja. Sekarang ia bekerja di kantor pemerintahan di Yogya.
Mengabdikan diri pada tugas dan sama sekali berhenti memikirkan
pernikahan. Tapi ia bekerja dengan sangat baik, sehingga atasannya,
Hakim Sulaiman, terkesan pada dedikasi dan kesungguhannya. Lalu
mengusulkan Andri untuk menikahi keponakannya. Pembicaraan itu sangat
menyakitkan Andri. "Mengapa Tuan mau menikahkan keponakan Tuan pada
saya! Saya terlalu tua untuk menikah." Pejabat itu menasehati Andri
tentang keburukan membujang. Lagipula menikah adalah sunnah
Rasulullah. Maka Andri menyetujuinya, meskipun ia sama sekali tidak antusias.
Andri benar-benar tidak melihat istrinya sampai pernikahan benar-benar
selesai dilangsungkan.

Istrinya ternyata masih muda, Andri lega melihatnya.
Tingkah lakunya sangat baik dan Andri harus mengakui bahwa ia adalah
istri yang sangat baik. Taat, sholihat dan selalu menyenangkan. Sama
sekali tidak ada alasan untuk tidak menyukainya. Bila di rumah,
istrinya selalu menata rambut dengan cara yang khas, sehingga menutupi pelipis
kanannya. Menurut Andri, dengan tata rambut seperti itu istrinya
kelihatan sangat cantik, tetapi ia agak heran. Tak kurang dari satu
bulan, Andri telah benar-benar jatuh cinta kepadanya. Suatu saat ia
bertanya, "Mengapa dinda tidak mengganti gaya rambut sekali-kali?
Maksudku, mengapa dinda selalu menyisirnya ke satu arah?" Istri Andri
menyibakkan rambutnya dan berkata, "Lihatlah!" Ia menunjuk ke luka di
pelipis kanannya. "Bagaimana bisa begitu?" "Aku mendapatkannya saat
berumur tujuh tahun. Ayahku meninggal di kantornya, sedangkan ibu dan
abangku meninggal dunia pada tahun yang sama. Kemudian aku dirawat
oleh ibu susuku. Kami mempunyai rumah di dekat Gerbang Selatan Yogya, dekat
kantor ayahku. Suatu hari, seorang pencuri tanpa alasan apa pun,
mencoba membunuhku. Kami sama sekali tidak mengerti, kami tidak pernah punya
musuh. Ia tidak berhasil, tapi ia meninggalkan luka di kepala sebelah
kananku. Karena itulah aku selalu menutupinya darimu." "Apakah ibu
susumu hampir buta?" "Ya. Kok tahu?" "Akulah pencuri itu. Ah, tapi
bagaimana mungkin! Semua begitu aneh. Semua terjadi, seperti ada yang
telah mentakdirkan."Andri kemudian menceritakan semuanya. Bermula
dari mimpinya setelah ia sholat istikhoroh, sekitar sepuluh tahun yang
lalu. Istrinya juga bercerita, ketika ia berusia sembilan atau sepuluh
tahun, pamannya menemukan ia di Sung-Cheng dan mengambilnya untuk tinggal
bersama keluarganya di Shiang-Chow.

Akhirnya mereka menyadari bahwa pernikahan mereka adalah sebuah takdir yang telah digariskan Allah Ta'ala. Andri menangis. Ia malu pada Penciptanya. Malu pada kesombongannya untuk menentang takdir. Ah ... pada saat itulah, Andri
menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Tapi kenapa ketika ia
mendapatkan petunjuk, ia malah mengingkarinya ? Saat itu juga, Andri
melakukan sholat taubat. Untuk menjadi mukmin yang baik. Begitulah,
kasih sayang di antara mereka kian tumbuh subur. Setahun kemudian
lahirlah anak laki-laki. Istri Andri mendidiknya dengan sangat baik.
Setelah dewasa, ia menjadi seorang yang terpelajar. Usahanya di bidang
perdagangan maju pesat. Ia sangat penyantun dan terkenal
kedermawanannya. Ketika sang anak menjadi gubernur, Andri telah lanjut
usia. Anak dan istrinya tetap setia memelihara dan mencintainya. Di
tempat mereka pertama kali bertemu, empat belas tahun sebelum
pernikahan, anak Andri membangun tempat peristirahatan untuknya.

"Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodohan, agar sekalian kamu
berpikir." (QS 51 : 49).

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. 30:21)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar