Rabu, 24 Februari 2010

risalah Hasan Al Banna

Menuju Cahaya

Kairo, Rajab 1336 H.

Kepada

Yth …………….

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarga, serta para sahabatnya.

Amma ba’du,

Kami persembahkan surat ini ke hadapan Tuan yang mulia, dengan keinginan yang sangat untuk ikut memberi bimbingan kepada umat, yang urusan mereka telah Allah swt. bebankan ke pundak Anda di zaman ini. Suatu bimbingan yang kiranya dapat mengarahkan umat di atas sebaik-baik jalan. Sebuah jalan yang dibangun oleh sebaik-baik sistem hidup, yang bersih dari kerancuan dan jauh dari ketidakpastian, Lebih dari itu, ia adalah jalan hidup yang telah teruji oleh sejarah yang panjang.

Kami tidak mengharap apa pun dari Anda. Cukuplah bahwa dengannya berarti kami telah menunaikan kewajiban dan mempersembahkan kepada Anda sebuah nasihat. Sungguh pahala Allah, dialah yang lebih baik dan lebih kekal.

TANGGUNG JAWAB SEORANG PEMIMPIN

Sesungguhnya Allah swt. telah menyerahkan urusan umat ini kepada Tuan, Kemaslahatan urusan mereka di hari ini dan masa mendatang merupakan amanah Allah yang harus Anda tunaikan. Anda bertanggung jawab di hadapan Allah swt.

Jika generasi hari ini adalah kekuatan bagi Anda, maka generasi esok merupakan tanaman. Alangkah mulianya seseorang, jika ia bersikap amanah, bertanggung jawab, dan mau memikirkan umatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya tersebut.”

Dahulu, pernah berkata seorang pemimpin yang adil, “Seandainya seekor kambing di Irak terpeleset kakinya, maka aku menganggap dirikulah yang harus bertanggung jawab di hadapan Allah. Mengapa aku tidak membuatkan jalan untuknya?”

Umar bin Khathab menggambarkan tentang betapa agungnya tanggung jawab dengan sebuah ungkapan, “Saya sudah cukup senang jika dapat keluar dari dunia ini dengan impas: tidak mendapat dosa dan tidak pula diberi pahala.”

PENDAHULUAN

Masa Peralihan

Dengan pengamatan yang jeli terhadap perjalanan hidup manusia, kita dapat menyimpulkan bahwa masa yang paling rawan dalam kehidupan umat adalah ketika berlangsungnya masa peralihan. Karena saat itulah ideologi kehidupan yang baru diberlakukan, langkah-langkah ke depan mulai digariskan, dan nilai-nilai dasar kehidupan –di mana umat akan tegak di atasnya– mulai dibangun.

Oleh karenanya, jika langkah, program, dan sistem nilai yang hendak dibangun itu jelas dan baik, maka berbahagialah umat tersebut. Mereka akan menikmati kehidupan yang sarat dengan aktivitas yang mulia dan agung. Demi keberhasilan yang telah mengantarkan umat pada kehidupan yang baik, maka berilah kabar gembira kepada pemimpinnya dengan pahala yang agung, keriangan indah yang abadi, sejarah yang bersih, dan perjalanan hidup yang lurus.

Di Persimpangan JalanMasa peralihan bagi umat itu paling tidak memiliki dua urgensi:


Pertama, membebaskan umat dari belenggu penindasan dalam kehidupan politik sampai mereka memperoleh kemerdekaannya, sehingga kebebasan dan kepemimpinan yang dulu dimilikinya bisa diperoleh kembali.

Kedua, menegakkan bangunan umat mulai dari awal, agar eksistensi mereka diakui oleh bangsa lain dan mampu bersaing dengan mereka secara sehat.

Saat ini – hingga waktu tertentu– ketegangan politik telah berangsur mereda, dan kalian bersama umat ini telah memasuki sebuah era baru. Di hadapan kalian terbentang dua jalan, yang masing-masing mengajak kalian untuk mengarahkan pandangan umat kepadanya dan meniti langkah di atasnya. Masing-masing jalan tersebut memiliki keistimewaan, kekhususan, pengaruh, dan produk-produk yang dihasilkannya. Selain itu juga memiliki para penyerunya.

Jalan yang pertama adalah jalan Islam; dengan landasan pemikiran, prinsip dasar, dari peradabannya. Sedangkan jalan yang kedua adalah jalan Barat; dengan segala fenomena kehidupan yang melingkupinya, undang-undang, serta sistem ideologinya.

Kita berkeyakinan bahwa jalan pertamalah (jalan Islam) – dengan segenap prinsip nilai dan fikrahnya– satu-satunya jalan yang wajib ditempuh dan menjadi orientasi utama dalam mengarahkan umat, baik di masa kini maupun di masa mendatang.

Keistimewaan Orientasi Islam

Jika kita menempuh jalan Islam ini bersama umat, kita dapat memetik banyak manfaat darinya. Hal ini antara lain dikarenakan:

1. Kebenaran manhaj Islam telah teruji dan sejarah telah menjadi saksi atas keunggulannya.

2. Manhaj Islam telah berhasil mencetak umat paling kuat, paling utama, paling sarat kasih sayang, dan paling diberkati di antara bangsa-bangsa yang ada.

3. Dengan kesucian manhaj Islam dan telah bersemayamnya manhaj ini dalam dada manusia. menjadikannya mudah diterima semua kalangan, mudah dipahami, dan mudah diikuti pesan-pesannya. Apalagi Islam juga membenarkan bahkan menanamkan kebanggaan berbangsa dan memberikan bimbingan kepada manusia agar mencintai tanah airnya. Mengapa demikian? Karena kita harus membangun kehidupan ini di atas nilai-nilai kehidupan kita sendiri, tanpa perlu mengambil milik orang lain. Dan pada yang demikian itulah kita dapatkan hakikat kemerdekaan sosial dan kemuliaan hidup, setelah kemerdekaan secara politik.

4. Berjalan di atas jalan ini berarti mengokohkan persatuan Arab secara khusus, dan persatuan Islam secara umum. Dunia Islam dengan segenap jiwanya telah memberikan kepada kita kepekaan perasaan, kelemahlembutan, dan dukungan, sehingga kita menyaksikan sebuah jalinan yang demikian kuat antara kita dengan Islam, yang keduanya saling memberi dukungan dan saling menghormati. Pada yang demikian itu ada sebuah keberuntungan (peradaban) yang besar, yang tidak mungkin diingkari oleh siapa pun.

5. Manhaj Islam adalah manhaj yang sempurna dan menyeluruh. Ia memuat sistem paling utama untuk memandu kehidupan umat secara umum, baik kehidupan lahiriah maupun batiniah. Inilah keistimewaan Islam apabila dibandingkan dengan ajaran lain, di mana ia (Islam) meletakkan undang-undang kehidupan umat ini di atas dua pondasi pokok: mengambil yang maslahat dan menjauhi yang mudarat.

Apabila kita menempuh jalan ini, kita akan terhindar dari berbagai kesulitan hidup, sebagaimana yang melanda berbagai bangsa yang tidak mengenal jalan ini, apalagi menempuhnya.

Di atas jalan ini pula kita dapat memecahkan berbagai persoalan hidup yang pelik, yang tidak mungkin dapat dipecahkan oleh sistem nilai mana pun.

Kita nukilkan ungkapan Bernard S. yang berkata, “Alangkah butuhnya dunia ini kepada seorang seperti Muhammad, yang dapat memecahkan berbagai persoalan pelik sembari meneguk secangkir kopi.”

Jika kita menempuh jalan ini, akan datanglah pertolongan dan dukungan Allah swt. dari belakang kita. Kedatangannya akan memompa semangat kita tatkala diliputi kelesuan, melepaskan kita dari kesulitan, meringankan kita dari beban berat, dan mendorong kita agar terus maju.

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar musuhmu. Jika kamu menderita sakit, maka sesungguhnya mereka pun menderita sakit sebagaimana kamu, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (An-Nisa: 104)

Peradaban Barat Saat ini

Guna melengkapi pembahasan ini, kami ingin mengatakan bahwa kemajuan teknologi di Barat –yang lelah membuat kesombongan para ilmuwannya dan pernah menundukkan dunia dengan produk-produknya– kini menghadapi kebangkrutan. Peradabannya mulai roboh, undang-undang dan nilai-nilai dasarnya pun mulai hancur. Dominasi politiknya telah binasa oleh kediktatoran, tonggak perekonomiaannya diguncang oleh krisis yang tiada henti, sedangkan berjuta-juta orang menderita. Pengangguran dan kelaparan turut menjadi saksi atas keruntuhan peradaban ini.

Akar sistem sosial mereka digerogoti oleh berbagai prinsip yang ganjil. Unjuk rasa yang kian marak di berbagai tempat seakan menggugat keberadaannya. Orang-orang kebingungan mencari penyelesaian atas berbagai persoalan yang mereka hadapi, dan kini mereka pun tersesat jalan.

Konferensi-konferensi yang mereka adakan telah gagal, tanpa membuahkan hasil apapun. Perjanjian-perjanjian yang mereka buat hancur tercabik-cabik. Mereka bagaikan sesosok bayangan yang tak lagi mempunyai ruh dan tidak memiliki cahaya untuk dapat menembus kegelapan hidup.

Adapun orang-orang besar di antara mereka, tangan sebelahnya menciptakan berbagai kesepakatan damai dengan sesamanya sedangkan tangan yang lain melahirkan berbagai penderitaan hidup.

Demikianlah, dunia kini –dengan segala perilaku politiknya yang aniaya dan rakus– bagaikan bahtera di tengah samudera yang diterpa angin topan dari segala penjuru. Kemanusiaan seluruhnya tengah mengalami penderitaan, kegelisahan, dan guncangan Mereka telah terbakar oleh api kerakusan dan materialisme. Karenanya mereka kini sangat membutuhkan tetesan embun nan sejuk dari nilai-nilai Islam yang hanif, untuk membasuh dan membersihkan noda penderitaan mereka, serta membawanya kepada kebahagiaan.

Pada masa lalu, kepemimpinan dunia ini pernah dipegang oleh dunia Timur. Setelah muncul peradaban Yunani dan Romawi, maka berpindahlah ia ke Barat. Setelah itu, datanglah masa kenabian Musa, Isa, dan Muhammad saw. yang membawa kepemimpinan dunia kembali ke Timur. Setelah itu, dunia Timur terlelap lagi dalam tidurnya yang panjang, dan bangkitlah Negara-negara Barat dengan peradaban modernnya.

Demikianlah hukum alam yang tidak mungkin dapat dihindari. Dunia Barat mewarisi kepemimpinan dunia hingga saat ini. Namun, inilah wajah peradaban Barat; sebagaimana kita saksikan sekarang penuh dengan kezhaliman, sikap aniaya, dan melampaui batas.

Sungguh, kini dunia tengah menanti-nantikan kembalinya kepemimpinan peradaban timur yang kuat, untuk menaungi mereka dengan panji-panji ilahi, memayunginya dengan naungan Al-Qur’an, dan menghadirkan ke hadapan dunia “tentara-tentara iman” yang kuat dan tegar.

Hanya dengan cara itulah dunia ini akan kembali tenteram dan damai, sehingga seluruh alam pun berucap, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada petunjuk ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberikan kepada kami petunjuk tersebut.” (At-A’raf: 43)

Cita-cita ini bukanlah khayalan belaka, namun ia merupakan kepastian sejarah. Kalau pun hal ini tidak terwujud, maka Allah swt. telah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad dari agama-Nya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Maidah: 54)

Meskipun demikian, kita berusaha untuk menjadi orang-orang yang mendapatkan anugerah Allah dan ditulis di papan terhormat ini:

“Tuhanmulah yang menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia pilih.”

ISLAM MENJAMIN KEBUTUHAN BANGSA YANG BANGKIT

Di dunia ini, tiada satu pun ideologi yang dapat memberikan apa-apa yang dibutuhkan oleh umat yang sedang bangkit, menyangkut sistem perundang-undangan kaidah-kaidah hukum, maupun kelemahlembutan perasaan dan kepekaan moral sebagaimana yang diberikan oleh Islam.

Al-Qur’an sarat dengan berbagai gambaran tentang aspek-aspek tersebut. Guna memperjelas pengertian, ia menyajikan gambaran umum pada suatu kali, dan memberi gambaran secara rinci di kali yang lain.

Al-Qur’an juga menawarkan penyelesaian terhadap berbagai persoalan dengan jelas dan rinci, sehingga bangsa mana pun yang mau mengambilnya sebagai landasan hidup, niscaya ia akan memperoleh apa yang diinginkannya.

Islam dan Cita-cita

Umat yang tengah bangkit membutuhkan cita-cita yang luhur. Al-Qur’an telah menyodorkan jawaban untuk memenuhi tuntutan cita-cita itu, dengan suatu metodologi yang mampu mengubah umat yang jumud menjadi dinamis, penuh semangat untuk meraih cita-cita, dan memiliki tekad yang kuat untuk membangun dirinya.

Cukuplah sebagai bukti bagi kalian, bahwa Islam menjadikan sifat putus asa itu sebagai jalan menuju kekufuran dan termasuk salah satu fenomena kesesatan.

Sedangkan umat yang paling lemah saja, kedudukannya di sisi Allah adalah seperti difirmankan-Nya dalam Al-Qur’an,

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi.” (Al-Qashash: 5)

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapatkan pelajaran).” (Ali Imran: 139-140)

“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan mereka yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak disangka-sangka Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka, mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) sebagai pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (Al-Hasyr: 2)

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Kapankah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)

Umat yang paling lemah sekalipun -jika mendengar janji-janji Allah di ayat-ayat tersebut dan membaca kisah-kisahnya yang faktual dan realistis- mestinya harus bangkit menjadi umat yang terkuat, baik iman maupun ruhaninya.

Tidakkah engkau rasakan, pada cita-cita agung tersebut terdapat suatu kekuatan yang membangkitkan semangat untuk bertahan menghadapi berbagai kesulitan, betapa pun beratnya. Kekuatan yang membuat kita siap bergumul dengan berbagai peristiwa betapa pun dahsyatnya, sampai kita mendapatkan kemenangan yang gilang-gemilang.

Islam dan Kebangsaan

Umat yang tengah bangkit membutuhkan rasa bangga terhadap bangsanya; bangga sebagai umat yang utama dan mulia, yang memiliki berbagai keistimewaan dan perjalanan sejarah nan indah, sehingga kebanggaan ini akan tertanam pula dalam jiwa generasi penerusnya. Dengan kebanggaan itu, mereka siap mempertahankan kehormatan bangsanya serta siap menebusnya meski dengan mengalirkan darah dan mengorbankan nyawa. Mereka siap berkarya nyata demi kejayaan tanah airnya, mempertahankan kehormatannya, serta menciptakan kebahagiaan masyarakatnya.

Doktrin “rasa bangga” terhadap bangsa yang seperti ini -dengan keadilan, keutamaan, dan kelembutan perasaannya tidak kita dapatkan pada ideologi mana pun kecuali dalam Islam yang hanif ini. Kita (umat Islam) adalah bangsa yang mengetahui secara persis bahwa kehormatan dan kemuliaan kita disakralkan Allah melalui ilmu-Nya dan diabadikan dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya,

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Ali Imran: 110)

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi (perbuatan) kamu.” (Al-Baqarah: 143)

“Dan bagi Allah-lah kehormatan, bagi rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Munafiqun: 8)

Oleh karena itu, mestinya kita pula yang paling pantas untuk mempersembahkan pengorbanan -dengan dunia dan seisinya dalam rangka mempertahankan kehormatan yang Rabbani ini.

Sebenarnya, bangsa-bangsa modern zaman ini telah pula berhasil menanamkan doktrin semacam ini kepada jiwa para pemuda, para tokoh, dan anggota masyarakatnya. Kita telah mendengar kumandang slogan,

“Jerman di atas segalanya”, atau “Italia di atas semua”, atau “Wahai Inggris, pimpinlah kami.”

Namun ada perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang terpola oleh nilai-nilai Islam dengan masyarakat yang didoktrin oleh slogan-slogan seperti ini, yakni rasa kebangsaan orang muslim merupakan perasaan yang melambung tinggi sehingga menyatu dengan Allah swt. Akan halnya rasa kebangsaan mereka, dia hanya sampai pada batas doktrin tersebut. Lebih dari itu Islam memberikan batasan bagi tujuan diciptakannya perasaan ini, sehingga mendorong kuatnya komitmen padanya dan menjelaskan bahwa ia bukan fanatisme buta atau kebanggaan yang semu. Ia adalah rasa bangga sebagai pemimpin dan pemandu dunia menuju kehidupan yang baik dan sejahtera.

Karenanya Allah swt. berfirman,

“Kalian menegakkan amar ma’ruf, mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110)

Ayat ini mengandung maksud: dukungan kita terhadap keutamaan, pernyataan perang terhadap setiap kehinaan, penghormatan terhadap nilai-nilai yang luhur, serta komitmen untuk selalu melakukan kontrol atas setiap aktivitas.

Karena itu, jiwa kepemimpinan bangsa muslim terdahulu berhasil menciptakan sikap adil dan kasih sayang yang sempurna dan paling ideal, yang pernah dilahirkan oleh sebuah umat.

Adapun prinsip-prinsip kepemimpinan yang tertanam di jiwa bangsa-bangsa Barat, ia tidak memiliki batasan tujuan yang jelas kecuali fanatisme yang rancu. oleh karenanya, kebanggaan mereka justru membangkitkan sikap permusuhan dari bangsa-bangsa lain yang lemah.

Islam telah menggariskan hal terbaik dalam urusan ini. Ia ingin menanamkan nilai luhur di dada putra-putranya dan menjauhkan mereka dari doktrin-doktrin negatif yang melampaui batas.

Islam telah memperluas batasan “tanah air Islam”, dan mewasiatkan kepada putra-putranya agar berkarya demi kebaikannya serta siap berkorban demi mempertahankan kemerdekaan dan kehormatannya.

Tanah air dalam pengertian Islam menyangkut hal-hal sebagai berikut:

Pertama, wilayah geografis secara khusus.

Kedua, meluas ke berbagai negeri Islam, karena bagi setiap muslim negeri-negeri itu adalah tanah air dan kampung halamannya.

Ketiga, melebar ke berbagai bekas wilayah daulah Islamiyah, yang pernah diperjuangkan dengan darah dan nyawa para pendahulu sehingga berhasil menegakkan panji-panji ilahiyah di sana. Peninggalan sejarah masih mencatat kejayaan dan kegemilangan yang pernah mereka raih pada masa lalu, sehingga setiap muslim akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan mahkamah ilahi tentang wilayah-wilayah ini, mengapa tidak ada perjuangan untuk mengembalikannya.

Keempat, meluas ke berbagai negeri kaum muslimin sehingga mencakup dunia seluruhnya. Tidakkah kalian dengar ketika Allah swt. berfirman,

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran) maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 39)

Dengan demikian, Islam memadukan antara perasaan cinta tanah air secara khusus dan cinta tanah air secara umum, dengan segala puncak kebaikannya demi mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Islam dan Ruh Keprajuritan

Umat yang tengah bangkit pasti membutuhkan kekuatan yang besar, dan jiwa keprajuritan putra-putranya.

Apalagi di masa sekarang, di mana tidak ada sesuatu pun yang dapat menjamin tegaknya perdamaian kecuali kesiapan untuk berperang. Bahkan, masyarakat telah begitu akrab dengan slogan “kekuatan adalah cara yang paling menjamin tegaknya kebenaran. ”

Islam tidak mengabaikan hal ini, bahkan ia dijadikan sebagai sebuah kewajiban di antara kewajiban-kewajiban yang lain, Islam tidak memberi jarak sedikit pun antara kekuatan di satu sisi, dengan shalat dan puasa di sisi yang lain. Bahkan, di dunia ini tiada satu pun sistem ideologi yang memiliki perhatian demikian besar terhadap kekuatan -baik pada masa lalu maupun sekarang sebagaimana yang dimiliki oleh sistem Islam, yang tertuang dalam Al-Qur’an, Hadits Rasulullah saw., dan sejarah kehidupannya.

Anda dapat melihat hal ini demikian jelas dalam firman Allah swt.,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu…” (Al-Anfal: 60)

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu…” (Al-Baqarah: 216)

Bahkan Anda dapat melihat semangat juang yang tertuang dalam sebuah kitab suci, yang dibaca di kala shalat, berdzikir, beribadah, dan bermunajat kepada Allah swt.

Allah swt. berfirman,

“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah…” (An-Nisa’: 74)

Allah kemudian menjelaskan pahalanya dengan penjelasan sebagai berikut,

“Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 74)

Pada ayat Selanjutnya terdapat seruan yang amat menyentuh kalbu dan jiwa kita untuk turut menyelamatkan bangsa dan tanah air.

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zhalim penduduknya dan berilah kami pelindung dan penolong dari sisi-Mu.”‘ (An-Nisa’: 75)

Setelah itu, Allah swt. menjelaskan kepada putra-putra Islam tentang keagungan tujuan hidup mereka dan kehinaan tujuan hidup musuh-musuhnya. Hal itu sebagai penegasan kepada mereka bahwa untuk memperoleh barang yang mahal nilainya -yakni ridha Allah- mereka harus membayar dengan harga yang mahal pula berupa kehidupan itu sendiri. Sementara musuh-musuh mereka berperang tanpa memiliki tujuan yang jelas. Mereka orang-orang yang berjiwa sangat kerdil dan bernurani sangat rapuh. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya,

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut. Oleh karena itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah.” (An-Nisa’: 76)

Allah swt. kemudian mencela orang-orang yang menghindar dari kewajiban dan lebih suka mengerjakan tugas-tugas ringan dengan meninggalkan tugas-tugas yang: memerlukan jiwa kepahlawanan. Allah menjelaskan kekeliruan sikap mereka dan menegaskan bahwa terjun di medan laga itu tidak akan merugikan dirinya sedikit pun. Bahkan, sikap mundur itu tidak menguntungkan mereka sama sekali, karena kematian selalu mengintai di belakang mereka kapan pun dan di mana pun.

Pada ayat berikutnya Allah swt. berfirman,

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, ‘Tahan lah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat. Dan tunaikan zakat. ‘Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih dari itu, Mereka berkata, Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai beberapa waktu lagi? ‘Katakanlah, ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, walaupun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” (An-Nisa: 77-78)

Demi Allah, tiada doktrin kemiliteran macam apa pun yang dapat menandingi kekuatan dan kejelasannya, yang sesuai dengan impian setiap panglima di medan perang, baik menyangkut keyakinan, tekad, maupun harga dirinya.

Jika dua pilar besar dalam sistem militer adalah nizham (aturan) dan ketaatan, maka Allah swt. (pada dua ayat di atas) telah memadukannya secara serasi. Kemudian Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang teratur.” (Ash-Shaf: 4)

“Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka) apabila telah tetap perintah perang.” (Muhammad: 21)

Jika Anda membaca dalam ajaran Islam mengenai anjuran menyiapkan bekal, meningkatkan kekuatan, berlatih menunggang kuda dan melempar, menjunjung tinggi para syuhada, melipat gandakan pahala jihad dan pahala orang yang mendanainya, pahala orang yang menanggung keluarga mujahid, dan sebagainya, maka akan anda dapatkan penjelasan yang tak terhitung banyaknya, baik pada ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits, dan sirah Rasulullah saw., serta penjelasan para fuqaha dalam kitab-kitab fiqih.

“Rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu.” (Al-Mu’min: 7)

Bangsa-bangsa modern di zaman ini memiliki perhatian yang besar terhadap persoalan ini, bahkan mereka pun membangun rezimnya di atas pondasi ini. Kita lihat bahwa akar-akar Fasisme Musolini, Nazi Hitler, maupun Komunisme Stalin adalah militer murni. Akan tetapi terdapat perbedaan yang menyolok antara militer mereka dengan militer Islam.

Islam adalah ajaran yang mengagungkan kekuatan. Namun demikian ia lebih cenderung kepada perdamaian. Allah pun berfirman setelah berbicara mengenai kekuatan,

“Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian, maka cenderunglah kamu kepadanya dan bertawakallah kepada Allah…” (Al-Anfal: 61)

Ia pulalah yang memberikan batasan nilai kemenangan dan fenomena riilnya dalam firman-Nya,

“…Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala sesuatu.” (Al-Hajj: 41)

Bahkan, Allah juga meletakkan dasar undang-undang darurat perang sebagaimana dalam firman-Nya,

“Dan jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat khianat.” (Al-Anfal: 58)

Di samping itu, kita juga mendapatkan sabda Rasulullah saw. dan ucapan para khalifah setelah beliau, tatkala mengirim pasukan selalu disertai dengan wasiat yang sarat dengan pesan kasih sayang dan perdamaian. Rasulullah saw. bersabda,

“Janganlah engkau melanggar janji, melampaui batas, mencincang musuh, membunuh perempuan, anak-anak, membunuh orang-orang yang sudah tua, memotong pohon yang sedang berbuah, dan menyengsarakan orang yang terluka. Di medan perang engkau akan menjumpai para rahib yang sedang beribadah di rumah-rumah ibadah mereka, maka tinggalkanlah mereka itu dan biarkanlah mereka dengan kesibukannya.”

Di samping itu, kedudukan militer di dalam Islam adalah sebagai polisi keadilan serta penegak undang-undang dan hukum. Adapun militer Eropa yang ada sekarang, semua orang mengetahuinya, dia adalah pasukan bar-bar yang zhalim dan tentara yang hanya berpikir untuk keselamatan dirinya. Kalian dapat membandingkan, mana yang lebih utama di antara keduanya?

Islam dan Kesehatan Secara Umum

Setelah kita sadari bahwa bangsa yang tengah bangkit sangat membutuhkan jiwa keprajuritan yang tinggi, maka ketahuilah bahwa salah satu dari pilar-pilar yang menyangga jiwa keprajuritan tersebut adalah sehat dan kuatnya jasmani.

Al-Qur’an telah memberi isyarat yang jelas menyangkut masalah ini tatkala mengisahkan suatu umat yang sedang berjihad, yang siap bangkit menanggung segenap beban, dan menghadang berbagai rintangan untuk merebut kemerdekaan, kebebasan, dan membangun bangsanya. Oleh karena itu Allah swt, memilih untuknya seorang pemimpin yang memiliki kekuatan pikir dan keperkasaan fisik.

Allah menjadikan kekuatan fisik sebagai salah satu pilar utama untuk menegakkan kebangkitan dengan segenap bebannya.

Kisah tersebut merupakan kisah Bani Israel tatkala dianugerahi seorang pemimpin bernama Thalut, dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa…” (Al-Baqarah: 247)

Rasulullah saw. telah menjelaskan hal yang berkaitan dengan persoalan kesehatan fisik ini dalam beberapa haditsnya. Beliau menganjurkan kepada orang-orang beriman untuk menjaga kekuatan tubuhnya, sebagaimana mereka memelihara kekuatan ruhaninya.

Pada sebuah hadits shahih, beliau saw. bersabda,

“Mukmin yang kuat itu lebih baik daripada mukmin yang lemah”.

“Sesungguhnya, pada tubuhmu ada hak yang harus kamu penuhi.”

Beliau juga telah menjelaskan kepada umatnya mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kesehatan secara umum, khususnya tentang sikap preventif yang merupakan langkah paling utama dalam tinjauan medis.

Rasulullah saw. bersabda,

“Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali jika telah merasa lapar, dan jika kami makan tidak sampai kekenyangan.”

Beliau juga menganjurkan supaya hati-hati jika minum air. Dalam sebuah hadits disebutkan,

“Rasulullah saw. senantiasa memilih air yang baik untuk diminum.”

Rasulullah saw. melarang umatnya membuang air seni dan kotoran (tinja) di air yang diam (tidak mengalir). Beliau juga mengumumkan isolasi terhadap suatu daerah yang terserang wabah, agar penduduknya tidak meninggalkan tempat dan tidak pula memasukkan orang luar ke dalamnya. Beliau juga mengingatkan kepada umatnya akan berbagai penyakit menular, dan meminta supaya menyingkir dari penyakit lepra oleh karena itu Rasulullah saw. menganjurkan kepada umatnya agar banyak berolahraga seperti melempar, berenang, jogging (lari-lari), maupun latihan perang.

Sungguh, perhatian Rasulullah saw. terhadap persoalan ini amat besar sehingga beliau bersabda,

“Barangsiapa yang telah memiliki keahlian melempar kemudian melupakannya, maka ia bukan golonganku.”

Oleh karena itu pula, beliau melarang dengan keras sikap berlebihan dalam urusan ibadah sampai menelantarkan kesehatan tubuhnya dengan alasan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt.

Beliau menganjurkan kepada umatnya agar memiliki sifat tawazun (proporsional). Semua ini menjadi bukti bagi kita bahwa Islam adalah ajaran yang memberikan perhatian besar terhadap kesehatan umat secara umum, mendorong mereka supaya menjaganya, dan melapangkan dada mereka agar siap bekerja bagi kebaikan dan kebahagiaannya dalam masalah yang penting ini.

Islam dan Ilmu

Sebagaimana umat ini membutuhkan kekuatan, ia juga membutuhkan ilmu pengetahuan yang dapat menopang kekuatan Islam tersebut dan mengarahkannya pada tujuan yang utama mendorong sepenuhnya berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Islam sama sekali tidak abai terhadap ilmu pengetahuan, bahkan menjadikan aktivitas ilmiah sebagai salah satu kewajiban diantara kewajiban-kewajiban yang lain.

Sebagai bukti, cukuplah kutipan awal dari firman Allah berikut,

“Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, Tuhanmulah yang paling Pemurah; yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-’Alaq: 1-5)

Pada perang Badar, Rasulullah saw. meminta tebusan bagi Pembebasan tawanan orang-orang musyrik dengan cara satu tawanan diminta mengajari baca-tulis kepada sepuluh anak-anak Islam, dalam rangka menghapuskan buta huruf di kalangan umat Islam kala itu.

Allah tidak pernah menyamakan antara orang-orang yang berilmu dengan para juhala (orang bodoh), sebagaimana tersurat dalam firman-Nya,

“Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? ‘Sesungguhnya, orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)

Bahkan Islam Menimbang setara antara tinta para ulama dengan darah para syuhada, dan saling mengikat dengan kuat antara ilmu dan kekuatan pada dua ayat berikut,

“Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya? Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang disekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu. Dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. ” (At-Taubah: 122-123)

Al-Qur’an juga tidak membedakan antara ilmu pengetahuan (umum) dengan ilmu agama, bahkan mewasiati kita supaya meraih keduanya, Allah swt. menuturkan firman-Nya yang berkenaan dengan alam pada satu ayat, lalu menganjurkan untuk menguasainya dan menjadikan pengetahuan atasnya sebagai jalan menuju ma’rifah dan khasyatullah (takut kepada Allah).

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit…”

Ini isyarat mengenai bentangan kosmos dan pertautan erat antara langit dan bumi. Lalu dalam firman-Nya,

“…Lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya…”

Di sini ada isyarat mengenai pengetahuan dunia tumbuh-tumbuhan dengan keunikan, keajaiban, dan unsur kimiawinya.

“Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat.” (Fathir: 27)

Pada ayat di atas ada isyarat pengetahuan mengenai geologi dan lapisan-lapisan bumi serta rotasinya. Lalu disambung dengan ayat berikutnya,

“Dan demikian pula di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).”

Pada ayat tersebut ada isyarat pengetahuan mengenai biologi dan ilmu hewan dengan segala cakupannya; termasuk manusia, serangga, dan binatang.

Nah, apakah kalian mendapati ayat-ayat ini mengabaikan pengetahuan alam?

Lalu Al-Qur’an menutup uraian tersebut dengan firman Allah,

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara para hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)

Tidakkah kalian melihat untaian ayat-ayat Al-Qur’an yang ajaib itu, bahwa Allah swt. mendorong dan memerintahkan manusia agar melakukan studi terhadap alam? Allah swt. menjuluki orang-orang yang pengetahuannya mendalam terhadapnya sebagai ahli ma’rifat dan ahli khashyah (orang-orang takut kepada-Nya).

Semoga Allah meningkatkan Pengetahuan kaum muslimin terhadap agamanya.

Islam dan Akhlaq

Umat yang tengah bangkit paling membutuhkan akhlaq yang mulia, jiwa yang besar, dan cita-cita yang tinggi. Hal ini karena umat tersebut akan menghadapi berbagai tuntutan dari sebuah masyarakat baru. Suatu tuntutan yang tidak mungkin dipenuhi kecuali dengan kesempurnaan akhlaq dan ketulusan jiwa, yang lahir dari iman yang menghunjam dalam dada, komitmen yang menancap kuat di dalam hati, pengorbanan yang besar, dan mental yang tahan uji. Hanya Islamlah yang mampu mencetak kepribadian serupa itu, dan ia pula yang menjadikan kebersihan dan kesucian jiwa sebagai pondasi bagi bangunan kejayaan umat. Allah swt. berfirman,

“Sungguh, beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sungguh merugilah orang yang mongotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)

Islam menggantungkan perubahan urusan umat ini kepada perubahan akhlaq dan kebersihan jiwanya. Sebagaimana Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri,” (Ar-Ra’d: 11)

Anda pasti mendengar ayat Al-Qur’an yang sangat berkesan mengenai kosa kata “akhlaq mulia”, maka Anda akan mendapati kekuatan yang terpancar dari kesucian dan kesiapan jiwa.

Umpamanya mengenai kesetiaan (wafa), Allah swt. berfirman,

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang yang setia kepada apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada arang-orang yang benar itu karena kebenarannya.” (Al-Ahzab: 23-24)

Mengenai pengorbanan, kesabaran, ketahanan, dan kemampuan mengatasi berbagai persoalan pelik, Allah swt. berfirman,

“Yang demikian itu adalah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (At-Taubah: 120-121)

Sesungguhnya, tidak ada ajaran yang setara dengan ajaran Islam. Ia adalah sebuah ajaran yang dapat membangunkan hati, menghidupkan perasaan, dan menegakkan kontrol diri dengan sebaik-baik kontrol. Tanpa kehadirannya tidak mungkin ada sebuah undang-undang yang tertata dari masalah yang global hingga masalah yang paling detail.

Islam dan Ekonomi

Umat yang tengah bangkit juga sangat membutuhkan penanganan atas urusan ekonominya, karena ia merupakan persoalan paling penting di masa kini. Islam sama sekali tidak mengesampingkan masalah ini, bahkan ia telah meletakkan kaidah dasar dan konsep-konsepnya secara jelas dan tuntas. Kalian dapat mendengarkan firman Allah swt. mengenai bagaimana Islam mengajarkan kepada kita untuk menjaga. harta, menjelaskan nilainya, serta mengingatkan kewajiban kita untuk memperhatikannya. Allah swt. berfirman,

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.,.” (An-Nisa’: 5)

Allah swt. berfirman mengenai keseimbangan antara infaq dan penghasilan,

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, yang karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra’: 29)

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda,

“Tidak miskin orang yang hemat.”

Sebagaimana harta itu memberi manfaat kepada pribadi, demikian pula ia memberi manfaat kepada umat. Sabda Rasul saw,

“Sebaik-baik harta adalah harta yang ada pada orang shalih”

Sistem ekonomi yang baik -apapun namanya dan dari mana pun sumbernya- akan dapat diterima oleh Islam. Umat pun akan didorong untuk mendukungnya, meskipun kitab fiqih sendiri telah sarat dengan hukum-hukum ekonomi berikut rincian penjelasannya, sehingga tidak perlu lagi tambahan dari konsep ekonomi yang lain.

Akhirnya, ketahuilah bahwa jika suatu umat telah dapat memenuhi seluruh pilar ini; cita-cita, cinta tanah air, ilmu pengetahuan, kekuatan, kesehatan, dan ekonomi, maka tidak dapat diragukan lagi bahwa inilah umat terbaik itu, dan masa depan ada di tangannya. Apalagi jika -di samping itu- ia bersih dari sifat egois, permusuhan, dan sifat-silat melampaui balas lainnya, niscaya lahirlah dari sana kebaikan yang akan menghiasi dunia seluruhnya. Sesungguhnya Islam telah menjamin tegaknya semua itu sehingga tidak ada alasan bagi suatu bangsa yang ingin bangkit untuk menolak konsep Islam ini, apalagi berpaling dari jalannya.

Sistem Islam Secara Umum

Pembicaraan di atas hanyalah sebagian kecil saja dari aspek-aspek ideal yang ada dalam sistem Islam, khususnya yang terkait dengan masalah kebangkitan umat, karena kita memang tengah menghadapi zaman kebangkitan.

Adapun jika kita ingin membahas seluruh aspek ideal dalam sistem Islam, maka membutuhkan pembicaraan panjang dan butuh berjilid-jilid buku untuk menuliskannya. Oleh karena itu cukuplah bagi kita sebuah kalimat global, bahwa sistem Islam yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, keluarga, bangsa -baik pemerintah maupun rakyatnya-, serta hubungan antar bangsa telah merangkum berbagai sisi penghayatan, kecermatan, kejelasan, serta pengutamaan maslahat. Ia adalah sistem yang paling mendatangkan manfaat dan paling sempurna, yang pernah dikenal oleh umat manusia, sejak dahulu hingga sekarang.

Pernyataan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh sejarah, dan dikuatkan dengan riset yang mendalam oleh para peneliti dalam berbagai sisi kehidupan.

Pernyataan semacam ini dahulu terasa eksklusif, namun kini sudah sangat populer dan dinyatakan oleh setiap cendekiawan yang jujur. Para peneliti -setiap melakukan risetnya- senantiasa menyingkap sesuatu yang ajaib dalam sistem abadi ini, yang tidak pernah terlintas di benak mereka sebelumnya. Mahabenar Allah tatkala berfirman,

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (Fushilat: 53)

ISLAM MELINDUNGI GOLONGAN MINORITAS DAN MEMELIHARA HAK-HAK ORANG ASING

Kepada

Yth . ……….

Banyak orang berprasangka bahwa komitmen terhadap Islam dan menjadikannya sebagai pondasi bagi bangunan kehidupan berarti menolak keberadaan kelompok minoritas non muslim dalam masyarakat Islam dan menolak adanya kesatuan berbagai kelompok masyarakat. Padahal sesungguhnya ia merupakan pilar yang kokoh di antara pilar-pilar penyangga kebangkitan umat.

Prasangka tersebut jelas tidak benar, karena Islam yang diturunkan oleh Dzat yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui -yang memahami benar apa yang terjadi pada umat manusia, baik di masa lalu, masa kini, dan masa mendatang, yang pengetahuan-Nya menguasai berbagai persoalan umat masa lalu tidak menciptakan sebuah sistem yang suci dan arif kecuali pasti mencakup perlindungan terhadap masyarakat minoritas di dalam teks-teks wahyu-Nya yang demikian jelas; tidak ada kerancuan dan campur aduk di dalamnya.

Jika orang ingin mengetahui lebih jelas, lihatlah ayat berikut ini,

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Mumtahanah: 8)

Ayat ini tidak hanya berbicara mengenai perlindungan saja, melainkan juga berbicara mengenai anjuran agar berbuat baik kepada mereka, karena Islam adalah ajaran yang mensakralkan kesatuan umat manusia, sebagaimana firman-Nya,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Kemudian, Islam mensakralkan kesatuan agama sehingga ia memotong akar-akar fanatisme buta dan mewajibkan kepada putra-putranya untuk beriman kepada seluruh agama langit secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah,

“Katakanlah (hai, orang-orang yang beriman), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’ Oleh karena itu, jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu), dan Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Shibghah Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah. Dan kepada-Nya lah kami mengikhlaskan hati.” (Al-Baqarah: 137)

Kemudian ia mensakralkan ikatan agama secara khusus tanpa kesan memuji diri atau memusuhi orang lain.

Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya. orang-orang mukmin itu adalah saudara. Oleh karena itu, damaikanlah antara saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat , (Al-Hujurat: 10)

Ajaran Islam ini -yang membangun prinsipnya di atas keseimbangan dan keadilan yang sempurna- tidak mungkin mencetak pengikut yang menjadi biang perpecahan dan perselisihan.

Sebaliknya, ia bahkan menganggap persatuan sebagai sesuatu yang dijunjung tinggi oleh agama, ketika (selama ini) kekuatan persatuan hanya berlandaskan pada teks-teks kesepakatan belaka.

Ajaran Islam juga menetapkan batasan-batasan secara rinci tentang siapa yang harus dilawan dan diputus hubungannya, sebagaimana tersebut dalam firman Allah swt.,

“Sesungguhnya. Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama, dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Mumtahanah: 9)

Tidak ada satu pun orang bijak yang dapat memaksakan kepada suatu bangsa untuk rela. di dalam tubuhnya ada orang yang sifatnya seperti tersebut pada ayat di atas, yang hanya akan menciptakan kerusakan dan mengacaukan sistem hidupnya (bangsa itu).

Inilah sikap Islam terhadap kelompok minoritas non muslim, sangat jelas dan sama sekali tidak aniaya. Prinsip Islam dalam menyikapi umat lain adalah prinsip perdamaian dan persahabatan, sepanjang mereka berperilaku lurus dan berhati bersih. Namun, jika hati mereka rusak dan kejahatan mereka merajalela, Al-Qur’an pun menggariskan sikap tegas dengan firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka. dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh, telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahami nya,” (Ali Imran: 118)

Dengan demikian, Islam telah memberi pemecahan terhadap persoalan ini secara lebih rinci dan jernih.

ISLAM TIDAK MENGERUHKAN HUBUNGAN KITA DENGAN BARAT

Ada sebagian orang menuduh bahwa sistem Islam (dalam alam kehidupan modern ini) menjauhkan kita dari negara-negara Barat dan mengeruhkan hubungan politik antara kita dengan mereka, yang sebelumnya. berjalan harmonis. Tuduhan itu tentu saja tanpa dasar dan merupakan lamunan belaka.

Akan halnya negara-negara itu, kalau mereka tetap berburuk sangka kepada kita, memang begitulah jalan pikiran mereka, baik kita mengikuti Islam maupun tidak. Namun, jika saja mereka dengan tulus mau memberikan kepercayaannya kepada kita sebenarnya para juru bicara dan para. politisi mereka juga sering berkata lantang bahwa setiap negara itu bebas menentukan sistem ideologi yang akan dijadikan pijakannya, sepanjang tidak merampas hak-hak bangsa lain.

Para pemimpin politik negara-negara itu seharusnya paham bahwa Islam sebagai sistem kenegaraan adalah sistem paling mulia lagi sakral yang pernah dikenal oleh sejarah. Sedangkan dasar-dasar ideologi yang diletakkan oleh Islam yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga kemuliaannya, adalah dasar-dasar ideologi paling kokoh yang pernah dikenal manusia.

Islamlah yang mengumandangkan pemeliharaan hak dan penunaian perjanjian, sebagaimana tersurat dalam firman-Nya,

“Tepatilah janji. Sesungguhnya janji itu akan dipertanggungjawabkan (di hadapan Allah).” (Al-Isra’: 34)

“Kecuali orang-orang musyrik yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjianmu) dan tidak pula membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya. Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (At-Taubah: 4)

“Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus pula terhadap mereka.” (At-Taubah: 7)

Mengenai perlakuan baik terhadap orang-orang yang minta perlindungan dan pihak yang memberi perlindungan, Allah swt. berfirman,

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya sempat mendengarkan ayat-ayat Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman.” (At-Taubah: 6)

Ini semua adalah perlakuan terhadap orang-orang musyrik, maka terhadap orang-orang ahli kitab tentu lebih lunak lagi.

Ajaran Islam, yang meletakkan dasar-dasar ideologi ini kemudian mengarahkan umatnya agar komitmen kepadanya, dan memberi jaminan keamanan kepada orang lain agar orang lain pun memperlakukannya dengan sikap serupa. Seharusnya, sikap yang demikian itu menjadi pelajaran bagi negara-negara Barat.

Bahkan, kami menegaskan pula bahwa Eropa mestinya akan lebih baik jika dalam mengendalikan bangsa-bangsanya menggunakan sistem ini. Dan tentunya ia (Islam) lebih baik dan lebih menjamin keabadiannya.

AKAR-AKAR KEBANGKITAN DI TIMUR BUKANLAH YANG ADA DI BARAT

Kepada yang mulia ………

Salah satu penyebab yang menjadikan bangsa-bangsa di Timur menyeleweng dari Islam dan memilih taklid kepada Barat adalah studi yang mereka lakukan terhadap kebangkitan negara-negara Barat. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa kebangkitan negara-negara Barat tegak di atas penghancuran agama dan gereja, terlepasnya mereka dari kekuasaan Paus dan cengkeraman para pendeta serta para rabi, pemberangusan terhadap segala fenomena kepemimpinan agama di masyarakat, dan pemisahan secara total antara urusan agama dengan urusan politik kenegaraan.

Taruhlah hal ini benar-benar terjadi di negara-negara Barat, maka tidaklah demikian yang harus berlaku di tubuh umat Islam. Mengapa? Karena watak ajaran Islam itu berbeda sama sekali dengan watak agama mana pun di dunia ini.

Kekuasaan tokoh-tokoh agama di kalangan kaum muslimin itu terbatas sifatnya. Dia tidak memiliki hak untuk mengubah dasar-dasar hukum. Oleh karenanya, kaidah-kaidah dasar Islam senantiasa sesuai dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Suaranya senantiasa bergema menyeru umatnya untuk terus maju mendukung ilmu pengetahuan, dan melindungi para ulamanya.

Jadi, apa-apa yang berlaku di negara-negara Barat, sama sekali tidak terdapat di sini. Hal ini telah banyak dibahas oleh kalangan cendekiawan dan tertulis dalam banyak buku.

Kepentingan kami dengan risalah ini hanyalah ingin mengungkapkan secara sekilas mengenai pokok persoalan, kemudian mengingatkan, dan meluruskan syubhat yang ada.

Kami yakin sepenuhnya bahwa setiap orang yang adil pasti berada di pihak kami dalam memahami prinsip-prinsip ini.

Atas dasar itu, cara berpikir dengan kerangka Barat di atas tidak mungkin menjadi pondasi bagi kebangkitan baru kami, sebuah kebangkitan yang harus dibangun di atas pondasi akhlak yang mulia, ilmu pengetahuan yang luas, dan kekuatan yang tegar. itulah yang diperintahkan oleh Islam.

TOKOH AGAMA BUKANLAH AGAMA ITU SENDIRI

Salah satu alasan pembenar yang dipakai oleh orang-orang yang berpikir dengan kerangka pikir model Barat -dalam rangka menyudutkan Islam- adalah mereka senantiasa menggembor-gemborkan perilaku para tokoh agama di kalangan kaum muslimin, di mana sikap mereka senantiasa kontra produktif terhadap kebangkitan bangsa mereka sendiri. Mereka (para tokoh agama) senantiasa menindas warganya, bekerja sama dengan para perampas hak rakyat, memberikan kepada mereka (para. perampas) perlakuan yang istimewa, serta membagi-bagi kedudukan dan keuntungan materi, dengan mengabaikan kemaslahatan negara dan masyarakat.

Tuduhan semacam itu, kalaupun benar, adalah karena bobroknya mentalitas para tokoh agama itu sendiri, bukan karena agamanya. Lagi pula. apakah pantas agama ini memerintahkan demikian?

Tidakkah Anda menyimak kisah hidup para ulama, di mana mereka menghinakan para raja dan penguasa di pagar dan pintu istana mereka? Mereka dengan sangat tegar dan keras menunjukkan sikapnya, berani memerintah, mencegah, bahkan menolak hadiah-hadiah dari para penguasa dan raja-raja itu. Mereka menjelaskan makna hakikat kepada para penguasa tersebut, menyampaikan tuntutan-tuntutan umat, bahkan lebih dari itu mereka senantiasa siap memanggul senjata jika menghadapi berbagai tindak kezhaliman.

Tinta sejarah belum lagi kering menuliskan bagaimana sekelompok fuqaha di bawah pimpinan Ibnu Al-’Ash mengibarkan panji jihad di berbagai negeri bagian timur daulah Islamiyah, sedangkan di wilayah barat sejarah mencatat nama Ibnu Yahya Al-Laitsi At-Maliki.

Inilah tuntunan agama dan ini pula sejarah masa lalu para tokohnya. Adakah kita dapati padanya apa-apa yang mereka tuduhkan itu? Bisakah disebut keadilan jika penyelewengan tokoh agama ditimpakan kepada agamanya?

Lagi pula, kalaupun tuduhan itu benar-benar terjadi pada Suatu bangsa, belum tentu ia juga terjadi pada bangsa-bangsa lain, sebagaimana jika terjadi pada suatu kondisi, tidak selalu terjadi pada kondisi yang lain.

Simaklah sejarah kebangkitan baru di Timur maka Anda akan menyaksikan kisah kepahlawanan para tokoh agama (Islam), misalnya tegaknya Al-Azhar di Mesir, peran majelis tinggi di Palestina dan Lebanon, kisah perjuangan guru kami: Abil Kalam dan kawan-kawannya para ulama besar di India, serta pemimpin Islam di Indonesia. Semua itu masih segar diingat oleh sejarah.

Oleh karenanya, tuduhan-tuduhan di atas tidak seharusnya menjadi alasan untuk memalingkan umat dari ajaran agamanya atas nama Nasionalisme murni. Bukankah merupakan sesuatu yang bermanfaat bagi umat jika Anda memperbaiki para tokoh agama tersebut (sekiranya dia memang salah) atau menuntut kebaikan dari mereka, bukan malah menyikapinya dengan sikap yang membinasakan? Lagi pula, istilah “tokoh agama” yang sudah demikian populer di masyarakat kita adalah istilah serapan dan taklid buta yang tidak sesuai dengan tradisi kita. Kalaupun hal ini dibenarkan dalam persepsi barat dengan nama Aklerus, maka dalam tradisi Islam meliputi seluruh Muslim. Baik orang muslim biasa maupun tokohnya, adalah tokoh agama.

LANGKAH YANG BERANI DAN TEPAT

Wahai

yang mulia ……

Setelah membaca penjelasan panjang lebar ini, kita tidak punya alasan lagi untuk menjauh dari jalan kebenaran, yakni sistem Islam. Dan tidak ada alasan pula untuk menuruti keinginan syahwat dan selera kemewahan duniawi, yakni sistem Eropa. Memang, pada sistem Eropa terdapat hiasan materi dan kemewahan. Padanya terdapat kenikmatan dan kesenangan, permisifisme dan kebebasan, serta segala yang menyenangkan hawa nafsu.

Allah swt. berfirman,

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah, dan ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia…” (Ali Imran: 14)

Akan tetapi, jalan Islam adalah jalan yang terhormat dan penuh pengendalian diri. Dia adalah kebenaran dan kekuatan, keberkahan dan jalan lurus, ketegaran dan keutamaan. ikutilah jejaknya bersama umat ini, semoga Allah memberi taufiq kepada Anda.

Allah swt. berfirman,

“Katakanlah, Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah) pada sisi Tuhan mereka ada surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang disucikan, serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Ali Imran: 15)

Sesungguhnya, kemewahan hidup telah menghancurkan banyak bangsa. Eropa pun telah diguncang oleh kenikmatan duniawi dan kerakusan terhadapnya.

Allah swt. berfirman,

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya menaati Allah, tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Oleh karenanya, sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16)

Sesungguhnya, Allah swt. telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi semesta alam sampai hari kiamat. Bersama Rasul itu diturunkanlah Kitab-Nya yang haq, sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia sampai hari kiamat. Kepemimpinan Rasulullah senantiasa abadi dengan sunah-sunahnya, kekuatan Al-Qur’an senantiasa tegar dengan hujah-hujahnya dan seluruh umat manusia pasti menuju kepada keduanya, baik dengan cara terhormat maupun dengan terhina baik dari jauh maupun dari dekat, hingga terwujudlah janji Allah,

“Agar dimenangkan agama ini atas seluruh agama….”

Oleh karena itu, jadilah Anda orang pertama yang bangkit dengan atas nama Rasulullah saw, yang membawa penyembuh dari Al-Qur’an untuk menyelamatkan dunia dari deraan penyakit yang diidapnya.

Ia adalah langkah yang berani, dan memang demikianlah seharusnya. Sungguh, Allah pasti menang dalam segala urusan-Nya.

“Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong. siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia-lah yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.” (Ar-Ruum: 4-5)

BEBERAPA LANGKAH PRAKTIS MENUJU PERBAIKAN

Yang mulia …..

Setelah kami jelaskan kepada Anda beberapa hal yang dapat menjadi acuan dalam membimbing umat menuju kebangkitan barunya secara rohani, selanjutnya kami Ingin memaparkan beberapa langkah aplikatif yang dapat memenuhi tuntutan konsep tersebut. Kami akan mengungkapkan tema pokoknya saja, karena kami tahu pasti bahwa setiap tuntutan yang akan kami sampaikan ini membutuhkan pembahasan yang panjang dan mendalam dengan melibatkan para pakar dan spesialis di bidang masing-masing. Namun, -pada saat yang sama- kami juga tidak mungkin mengurangi apa yang menjadi tuntutan kebangkitan umat tersebut.

Di samping itu, kami meyakini bahwa untuk mewujudkan tuntutan tersebut bukan pekerjaan mudah yang dapat selesai dalam waktu satu dua hari. Setiap tuntutan pasti menghadapi berbagai kendala, yang membutuhkan kearifan sikap, kebulatan tekad, dan perjuangan yang panjang. Semua itu kami ketahui dan kami pahami benar.

Namun demikian, kami tetap yakin bahwa jika ada tekad yang tulus dan jalan yang jelas membentang, sementara masyarakat sendiri memiliki kemauan yang keras untuk meniti jalan kebajikan, insya Allah semua itu akan terwujud. Mantapkanlah orientasi Anda, niscaya Allah swt. tetap bersama Anda.

Adapun, tema pokok tentang perbaikan dan bersendikan ruh Islam yang benar meliputi hal-hal sebagai berikut:

Dalam Aspek Politik, Hukum, dan Administrasi

1. Menghancurkan fanatisme kelompok dan mengarahkan potensi umat secara politik dalam rangka menciptakan keseragaman orientasi dan kesatuan barisan.

2. Perbaikan undang-undang sehingga sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam setiap cabangnya.

3. Meningkatkan kekuatan pasukan, memperbanyak kelompok pemuda untuk proses pembangkitan semangat hidupnya dalam rangka memenuhi panggilan jihad Islam.

4. Menguatkan ikatan antar wilayah Islam khususnya negeri-negeri Arab sebagai titik tolak bangkitnya pemikiran yang serius dan realistis menuju tegaknya kembali khilafah yang telah hilang.

5. Membangkitkan semangat keislaman di kantor-kantor pemerintah, sehingga seluruh pegawai merasa membutuhkan kajian Islam.

6. Melakukan kontrol terhadap perilaku pribadi para pegawai dan tidak memisahkan antara kepentingan pribadi dan pekerjaan.

7. Mendahulukan pemenuhan janji-janji pekerjaan di kantor kapan saja, sehingga membantu penunaian berbagai kewajiban dan menghindarkan banyak begadang.

8. Menghapuskan risywah (suap) dan komisi, serta hanya berharap dari kemampuan kerja dan peraturan yang sebenarnya.

9. Menimbang setiap aktivitas pemerintah dengan timbangan hukum dan ajaran Islam. Oleh karena itu, peraturan penyelenggaraan pesta, pertemuan resmi, sistem lembaga pemasyarakatan, pengelolaan rumah sakit, dan lain-lain hendaknya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Di samping itu jadwal kegiatan hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak berbenturan dengan waktu-waktu shalat.

10. Memasukkan para personil AI-Azhar dalam pekerjaan militer dan kesekretariatan dan memberi pelatihan kepada mereka.

Dalam Aspek Sosial dan Ilmiah

1. Membiasakan masyarakat berpegang pada etika dan kesopanan umum, membuat aturan-aturan untuk mempertahankan pelaksanaannya, dan menindak tegas para pelanggarnya

2. Mengatasi persoalan kaum wanita dengan solusi yang dapat menggabungkan antara peningkatan perannya dan pemeliharaan kehormatannya, sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, kita tidak mengabaikan persoalan mereka, karena ia merupakan masalah sosial yang terpenting. Di mana mereka berhadapan dengan goresan kasih sayang tinta penulis yang tendensius dan berbagai pandangan yang ganjil, baik dari kaum ekstremis maupun apatis.

3. Memberantas prostitusi, baik yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi Perbuatan zina, apapun alasannya, harus dianggap sebagai kejahatan dan kemungkaran yang mengakibatkan pelakunya bisa dihukum rajam.

4. Menghancurkan praktek perjudian dengan segala bentuknya, seperti lotere, undian, maupun taruhan.

5. Memerangi minuman keras dan obat-obat terlarang. Islam melarang itu semua dan menjauhkan masyarakat dari dampak negatifnya.

6. Memerangi tabarruj, pamer dandanan, dan pamer aurat. Memberi pengarahan dengan tegas kepada para wanita untuk berperilaku sebagaimana layaknya muslimah yang shalihah, khususnya kepada para guru, para siswi, para mahasiswi, para dokter, dan lain-lain profesi yang menjadi sorotan masyarakat.

7. Meninjau kembali kurikulum pendidikan kaum wanita dan melakukan pemisahan sebanyak mungkin poin, antara kurikulum pendidikan untuk siswa putra dan putri.

8. Melarang bercampurnya siswa dan siswi dalam satu kelas, dengan penegasan bahwa jika seorang lelaki dan seorang perempuan berdua di tempat yang sepi, maka hal itu termasuk kejahatan yang ada sanksi hukumnya.

9. Memompakan semangat para pemuda untuk menikah dan mendapatkan keturunan dengan berbagai jalan yang dapat mengantarkan mereka ke sana. Syari’at Islam menganjurkan kepada kita untuk membangun keluarga, melindungi, dan memecahkan berbagai persoalannya.

10. Menutup klub-klub malam, panggung tarian maksiat, dan berbagai kegiatan serupa atau yang menuju ke hal tersebut.

11. Mengontrol kegiatan pentas dan peredaran film-film di bioskop, serta menganjurkan dimasyarakatkannya kisah-kisah yang baik dan kaset-kaset yang bermanfaat.

12. Mengganti nyanyian yang berkembang di masyarakat dan menyeleksinya secara sungguh-sungguh.

13. Menyeleksi produk siaran yang dikonsumsi masyarakat, baik berupa ceramah maupun nyanyian, dan menggunakan studio siaran sebagai sarana pendidikan akhlak masyarakat.

14. Menyita cerita-cerita porno dan buku-buku yang mengaburkan kebenaran dan merusaknya. juga penerbitan-penerbitan sejenis yang berpengaruh terhadap merajalelanya kejahatan dan terumbarnya nafsu syahwat.

15. Mengatur keberadaan vila-vila agar tidak disalahgunakan dan mengembalikan fungsi dasar vila-vila itu sebagai tempat peristirahatan.

16. Membatasi waktu buka warung-warung secara umum dan mengontrol kesibukan para pengunjungnya. Selain itu, juga memberikan pengarahan kepada mereka agar tidak menghamburkan waktunya dengan berlama-lama berada di situ.

17. Menggunakan warung-warung tersebut sebagai tempat pengajaran membaca dan menulis kepada para buta huruf dengan melibatkan para pemuda, yang mereka dilengkapi dengan seragam guru atau pelajar.

18. Memerangi tradisi yang negatif dalam perilaku ekonomi, akhlaq, dan sebagainya. Mengubah tradisi negatif yang melanda masyarakat tersebut dan menggantinya dengan tradisi yang positif, atau mewarnai tradisi itu dengan sesuatu yang membawa maslahat, seperti tradisi pesta, resepsi kematian, ulang tahun, resepsi hari raya, dan sebagainya. Hendaknya pemerintah menjadi teladan dalam hal-hal seperti ini.

19. Menjadikan aktivitas memerangi orang yang menentang hukum Allah sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, seperti makan di siang hari Ramadhan, meninggalkan shalat dengan sengaja, mencaci maki ajaran agama, atau yang semisal dengan itu.

20. Menghimpun lembaga pendidikan resmi di kampung-kampung dan masjid-masjid yang ada, untuk secara bersama-sama melakukan perbaikan yang menyeluruh, sehingga anak-anak didik terbiasa dengan disiplin shalat dan para pengasuhnya terbiasa dengan ilmu.

21. Menetapkan kurikulum agama sebagai materi pokok di setiap sekolah (dengan berbagai ragamnya) dan di perguruan tingginya.

22. Mendorong kegiatan menghafal Al-Qur’an di kantor-kantor umum dan menjadikannya syarat untuk memperoleh tanda kelulusan dari lembaga pendidikan, khususnya jurusan yang berhubungan dengan agama dan Bahasa Arab. Di samping itu menetapkan peraturan. wajib hafal beberapa surat dalam Al-Qur’an di setiap sekolah.

23. Meletakkan strategi pengajaran yang baku dalam rangka meningkatkan dan mendongkrak kualitas sistem pendidikan. Menyatukan berbagai kurikulum yang memiliki tujuan beragam dan menyatukan berbagai pengetahuan umum yang bervariasi. Di samping itu, menetapkan pembinaan mental cinta tanah air serta pembinaan akhlaq utama sebagai tahap awal dari pencapaian tujuan pendidikan.

24. Memberikan porsi yang cukup bagi mata pelajaran Bahasa Arab di setiap jenjang pendidikan dan menjadikannya sebagai mata pelajaran utama di samping bahasa-bahasa yang lain.

25. Memberikan perhatian kepada materi Sejarah Islam, Sejarah Nasional, Pembinaan Kebangsaan, serta Sejarah Peradaban Islam.

26. Memikirkan diwujudkannya berbagai sarana yang mendukung dalam rangka menyatukan keragaman tradisi yang ada di masyarakat secara bertahap.

27. Menghapuskan gaya hidup kebarat-baratan dari rumah-rumah penduduk; menyangkut bahasa, kebiasaan, mode pakaian, tradisi para pendidik, perawat, dan profesi lainnya. Semua itu harus diperbaiki, dimulai dari rumah tangga para tokoh masyarakat.

28. Memberikan pengarahan yang baik kepada penerbit dan memberi dorongan kepada para penulis untuk mengarang buku yang bertema keislaman dan ketimuran.

29. Memperhatikan urusan kesehatan secara umum dengan mengundang juru penerangan kesehatan untuk berbicara di berbagai pelosok, memperbanyak jumlah rumah sakit, puskesmas keliling, dan mempermudah prosedur pengobatan.

30. Memperhatikan keadaan kampung, menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan penertiban lingkungan, kebersihan, sanitasi, sistem saluran air, serta berbagai sarana penerangan, pengetahuan dan rekreasi dengan senantiasa membersihkannya dari nilai-nilai moral yang negatif.

Dalam Aspek Ekonomi

1. Mengatur pengelolaan zakat, baik penggalangan maupun pendistribusiannya sesuai dengan ajaran Islam yang lembut, dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan sosial, seperti mendanai panti-panti jompo dan fakir miskin, panti yatim, serta untuk mendanai kegiatan kemiliteran.

2. Mengharamkan riba dan mengatur sistem perbankan yang Islami untuk mendukung pencapaian target ini. Pemerintah hendaknya menjadi teladan dalam hal ini dengan menghapuskan berbagai nilai tambah uang dalam sistem yang di terapkan secara khusus, seperti pendirian bank tanpa bunga dan lain-lain.

3. Mendorong dan menggalakkan kegiatan perekonomian untuk membuka lapangan pekerjaan kepada para penganggur di kalangan masyarakat pribumi dengan melepaskan ketergantungan kepada tenaga-tenaga asing.

4. Melindungi masyarakat umum dari penindasan yang dilakukan oleh praktek monopoli, dengan memberlakukan aturan yang ketat untuk mendapatkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi mereka.

5. Memperbaiki nasib para pegawai rendahan dengan meningkatkan posisi mereka serta memperbesar standar gajinya di satu sisi, dan di sisi lain memperkecil gaji pegawai tinggi.

6. Melakukan pengaturan tugas, khususnya yang banyak dan menumpuk, serta mencukupkan diri pada pekerjaan yang darurat. Di samping itu melakukan pembagian tugas secara adil dan proporsional di antara para pegawai.

7. Memberikan dorongan dan pembinaan kepada para buruh dan tani serta memberi perhatian kepada peningkatan kualitas produk pertanian dan pekerjaan yang mereka hasilkan.

8. Memberi perhatian kepada berbagai keterampilan dan aktivitas sosial serta meningkatkan kualitas mereka dalam berbagai bidang kehidupan.

9. Memanfaatkan sebesar-besarnya kekayaan alam yang ada seperti lahan yang gersang, berbagai hasil tambang yang kurang diperhatikan, dan lain-lainnya.

10. Mendahulukan pembuatan dan pengelolaan berbagai proyek yang mendesak kegunaannya daripada yang bersifat sekunder.

Demikianlah, risalah Ikhwanul Muslimin yang kami persembahkan kepada Anda. Jiwa kami dan segala yang kami miliki siap dimanfaatkan oleh lembaga atau pemerintah mana pun yang ingin melangkah bersama umat menuju kejayaan dan kebangkitannya.

Kami penuhi setiap ajakan menuju perbaikan dan kami siap menjadi tebusan. Dengan demikian, kami berharap bahwa kami telah menunaikan amanat yang ada di pundak kami dan telah menyampaikan seruan kami. Sedangkan agama ini adalah nasihat; bagi Allah, bagi Rasul-Nya, bagi Kitab-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan umatnya.

Cukuplah Allah bagi kami, dan kesejahteraan hanyalah bagi hamba-hamba-Nya yang terpilih.

Hasan Al-Banna